Seberapa keraspun usahamu, kau tidak dapat memiliki apa yang memang bukan milikmu

Muhammad Syukur Abadi
3 min readMar 20, 2022

--

Untuk menjadi gagah, kau harus menjadi gigih
Joko Pinurbo — Kamus Kecil

Photo by Gary Meulemans on Unsplash

Mukadimah

Saat saya menulis tulisan ini, menuntut ilmu adalah pengalaman paling berharga yang saya alami. Jatuh bangun, tangis dan tawa turut menyertai salah satu momen penting dalam hidup saya. Banyak rintangan yang akhirnya membawa saya kepada cara pandang terhadap hidup yang lebih baik. Banyak kegagalan yang membuat saya sadar bahwa hidup memang tidak adil dan tidak semua hal dalam hidup sesuai dengan keinginan kita. Lewat tulisan ini, saya ingin membagikan tantangan dalam hidup apa saja yang telah saya lewati dan bagaimana saya belajar menerima serta beradaptasi dari kegagalan demi kegagalan dalam hidup.

Empat tahun lalu, saya adalah seorang siswa SMA tahun terakhir yang berkeinginan untuk bisa melanjutkan pendidikan di salah satu kampus ternama di Indonesia. Singkat cerita, pengumuman siapa saja yang layak mengikuti jalur undangan keluar, dan saya tidak menjadi dari bagian tersebut. Saya merasa sedih, namun tanpa butuh waktu lama, saya langsung mempersiapkan diri untuk mengikuti jalur ujian tulis.

Waktu berlalu, dan tiba di hari pengumuman. Saya tidak banyak memeriksa telepon genggam hari itu, sebab saya malas menjawab pertanyaan lulus dimana?. Malam hari saya membuka pengumuman — sebenarnya pengumuman keluar sore hari — , sebab saya sengaja mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan serupa di atas. Hasilnya, saya tidak lolos jalur ujian tulis. Sama seperti ketika saya mengetahui bahwa saya tidak menjadi salah satu siswa yang layak mendaftar di jalur undangan, saya sedih untuk sementara waktu, dan langsung mempersiapkan diri untuk ikut ujian mandiri.

Kali ini, persiapan saya tidak main-main, tidak seperti persiapan mengikuti jalur ujian tulis saat itu: saya lebih mempersiapkan diri dengan kemungkinan terburuk (tidak lulus). Saya belajar lebih giat dengan harapan saya bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi yang saya idam-idamkan sejak dulu. Singkat cerita, setelah seluruh ujian mandiri saya tuntaskan, tidak satupun perguruan tinggi tempat saya mendaftar menerima saya. Saya akhirnya memutuskan untuk mencoba lagi tahun depan, namun dengan ekpektasi yang lebih realistis.

Selama satu tahun, saya mempelajari kembali materi-materi yang biasanya diujikan ketika ujian seleksi mahasiswa baru. Saya kembali bertemu teman-teman waktu saya sekolah, di mana mereka memilih untuk mencoba ujian seleksi mahasiswa baru lagi tahun depan. Tidak bisa dipungkiri, ketika saya belajar, di saat yang sama, saya melihat teman-teman satu angkatan bersuka ria mengikuti penyambutan mahasiswa baru hingga kesibukan keluar-masuk laboratorium untuk mengikuti kegiatan praktikum. Pada akhirnya, setiap orang memiliki waktu mereka sendiri-sendiri.

Singkat cerita — lagi — ujian dimulai dan saya harus memilih di mana saya akan belajar nanti. Kali ini saya lebih realistis memilih, di mana saya tidak mengedepan ego seperti tahun lalu. Hari pengumuman tiba, dan saya lulus di pilihan pertama. Ternyata, mendayung dengan jarak terjauh bukan berarti kamu tersesat. Namun, harus saya akui, bahwa itu adalah safety net saya supaya saya bisa kuliah di tahun ke dua percobaan saya. Saya tetap ingin mencoba kesempatan untuk bisa belajar di perguruan tinggi yang saya idamkan lewat ujian mandiri.

Saya kembali belajar dengan harapan bisa lolos untuk kali kedua di tahun ini dan lolos di tempat yang sejak dulu saya idam-idamkan. Namun, tempat saya perjuangkan dan saya idam-idamkan sejak dulu harus pupus untuk kali ketiga. Di titik ini, saya mencoba untuk berlapang dada, dan menyadari bahwa seberapa keraspun usaha saya, jika sesuatu itu bukan untuk saya, saya tidak akan pernah bisa mendapatkannya.

--

--

Muhammad Syukur Abadi

Ordinary computer science student and a gundam geek. Also hugging psychology, math, and physics stuffs. I can be reached on my instagram @sykrabadi